Puding Coklat
Hitam sering dipandang lebih rendah dari putih. Pendekar ilmu hitam, misalnya, selalu kalah sakti dari pendekar ilmu putih.
Namun, jangan coba-coba memakai rumus yang sama untuk cokelat hitam. Pasalnya, khasiat cokelat hitam ternyata jauh melebihi cokelat putih!
Khasiat cokelat hitam sudah terlihat dari kandungannya. Sebagai makanan - baik yang dikemas dalam bentuk snack maupun bar - ia dibuat langsung dari bubuk biji cokelat yang diolah dengan tambahan gula, susu, serta flavouring (bumbu penyedap dan pewangi). Bubuk biji tanaman cokelat sendiri diyakini mengandung bahan aktif. Salah satunya, anggota geng flavonoid, epicatechin, yang termasuk antioksidan kuat. Sedangkan cokelat putih terbuat dari bahan dasar lemak cokelat, ditambah gula, susu, lesitin dari susu kedelai, serta flavouring. "Itu sebabnya, ia tidak mengandung zat aktif dan tidak mempunyai khasiat seperti yang dimiliki cokelat hitam," papar dr. Luciana B. Sutanto, MS dari RS Mitra Internasional, Kemayoran, Jakarta. Hanya itukah keunggulan "si hitam manis" yang membuat banyak orang kecanduan ini? Tentu saja tidak. Cegah penggumpalan Manfaat senyawa flavonoid yang dipunyai cokelat hitam, masih menyimpan cerita yang sangat panjang. Termasuk berbagai misteri yang sampai kini masih belum terpecahkan. Sejak lama, flavonoid, kelompok antioksidan yang juga ditemukan pada tanaman teh, sebagian besar buah-buahan dan sayur-sayuran itu, dicurigai sebagai dalang berbagai khasiat cokelat hitam. Riset membuktikan, 1,5 ons batang cokelat hitam kira-kira memiliki 800 mg antioksidan, hampir sama jumlahnya (atau boleh jadi lebih banyak) dengan antioksidan yang terdapat di secangkir teh hitam atau red wine. Selain jumlahnya, mutu flavonoid biji cokelat pun diakui kehebatannya. Di sebuah simposium gawean American Academy for the Advancement of Science beberapa waktu lalu, sang flavonoid mendapat pengakuan sebagai antioksidan mumpuni. Para peneliti yakin, senyawa itu dapat menetralkan efek buruk radikal bebas yang berniat menghancurkan sel-sel dan jaringan-jaringan tubuh. Mereka dipercaya sanggup menekan oksidasi low-density lipoproteins (LDL alias kolesterol jahat), sehingga mencegah penyumbatan pada dinding pembuluh darah arteri. Jadi, "Epicatechin dapat mencegah penyempitan pembuluh darah dan penggumpalan darah," dr. Luciana menguatkan. Salah satu pabrik cokelat terbesar di Amerika Serikat, Mars Inc., pernah mensponsori sebuah penelitian di University of California. Konon, mereka menemukan flavonoid pada cokelat hitam dapat meningkatkan jumlah nitric oxide di dalam tubuh. Peningkatan itu memberi sumbangan sangat berarti buat jantung, karena nitric oxide diketahui dapat melenturkan lapisan dalam pembuluh darah. Penelitian di atas mungkin dianggap kurang menyakinkan, karena diusung pabrik cokelat. Penelitian paling hot yang diumumkan September 2004 lalu, mestinya lebih dapat dipercaya, karena dilakukan sekelompok ilmuwan independen asal Yunani. Mereka mengklaim, untuk pertama kalinya berhasil "menggambarkan" kinerja flavonoid cokelat hitam dalam memperbaiki fungsi pembuluh darah dan membuat pembuluh itu lebih melebar, sehingga terhindar dari sumbatan mematikan. Dr. C. Vlachopoulos, yang mewakili rombongan peneliti dari Athena itu, menegaskan di forum tahunan European Society of Cardiology bahwa mengonsumsi cokelat hitam ternyata dapat memperbaiki fungsi endotel (lapisan tipis yang menutupi bagian dalam pembuluh darah), sehingga otomatis melindungi pembuluh darah dari efek merusak yang ditimbulkan radikal bebas. Penelitian ini sekaligus menjadi bukti ilmiah terpenting perihal keterkaitan cokelat hitam dengan pencegahan penyakit jantung.
Sembuhkan batuk Selain mencegah penyakit jantung, cokelat hitam juga dipercaya dapat melindungi tubuh dari serangan stroke. Sebuah penelitian di Universitas California mengungkapkan, cokelat hitam mencegah pembekuan darah. Seperti diketahui, membekunya darah merupakan salah satu kondisi yang membuat seseorang terkena stroke. Sejumlah peneliti bahkan menyebut cokelat hitam memiliki kemampuan setara dengan aspirin, yang selama ini dikenal sebagai obat antipembekuan darah. Namun, klaim terakhir tadi tampaknya butuh pembuktian lebih mendalam. Dr. Luciana B. Sutanto, misalnya, masih berkeyakinan, "Cokelat hitam memang bisa mencegah penyempitan pembuluh darah dan penggumpalan darah, tapi khasiatnya belum sehebat aspirin sebagai antiplatelet dan antiinflamasi," tegasnya. Bulan Oktober 2003, para peneliti asal Jerman menemukan simpul yang menghubungkan cokelat hitam dengan tekanan darah seseorang. Hasil penelitian yang dibeberkan di Journal of the American Medical Association itu mengungkap bahwa cokelat hitam ternyata mengandung subtansi yang lazim disebut polyphenol. Dalam uji coba dengan menggunakan hewan percobaan, polyphenol terbukti menjadi faktor yang dapat menurunkan tekanan darah. Penelitian para ilmuwan Jerman itu melibatkan 13 orang dewasa berpenyakit hipertensi enteng. Oleh tim dokter, para pasien diminta mengonsumsi 3 ons cokelat batangan setiap hari, selama 14 hari. Sebagian dari mereka diberi cokelat putih yang tidak mengandung polyphenol, sedangkan sebagian lagi mengonsumsi cokelat hitam. Setelah lewat masa 14 hari, para penderita penyakit tekanan darah tinggi ringan itu kembali dikumpulkan. Hasilnya, pada tekanan darah pasien yang memakan cokelat putih tak ditemukan perubahan berarti. Sebaliknya, pada pasien yang mengonsumsi cokelat hitam, angka sistolik (tekanan darah atas) mereka turun sekitar lima poin, sedangkan angka diastolik turun hampir dua poin. "Riset yang dilakukan tanpa bantuan sponsor ini memperlihatkan, cokelat hitam dapat mengurangi tekanan darah sistolik," ujar dr. Dirk Taubert dari Universitas Cologne. Meski belum ada penelitian khusus, cokelat hitam juga dipercaya berkhasiat mengobati penyakit batuk. Versi para ahli, zat kimia yang ditemukan dalam cokelat hitam bahkan diklaim lebih manjur ketimbang obat batuk konvensional. Cuma sekadar klaim, atau sudah ada bukti nyata? "Kalau yang ini betul. Cokelat hitam mengandung senyawa yang disebut theobromine. Senyawa itulah yang berperan mencegah batuk. Theobromine bekerja pada ujung saraf sensorik vagus untuk menekan batuk. Ini juga termasuk kelebihan cokelat hitam yang tak dimiliki cokelat putih," jelas dr. Luciana. Beragam kontroversi Dengan kemampuannya menyembuhkan dan mencegah beragam penyakit, layakkah cokelat hitam dijadikan bahan untuk terapi? "Sampai saat ini belum ada rekomendasi cokelat hitam untuk terapi penyakit tertentu. Konsumsi dalam jumlah tertentu setiap hari memang baik dan dianjurkan untuk mendapatkan manfaat antioksidan dan zat gizi lain yang dikandungnya, tapi harus diingat, konsumsi berlebihan dapat meningkatkan berat badan," imbuh Luci. Beragam kontroversi memang masih mewarnai manfaat nyata cokelat hitam. Di satu sisi, tak ada yang menyangkal khasiatnya, terlebih setelah khasiat itu didukung beragam penelitian dan bukti-bukti ilmiah. Namun di sisi lain, masih banyak "sisi hitam" cokelat hitam yang belum terpecahkan. John Erdman, ahli gizi dari Universitas Illonois, AS mengakui, memang masih banyak orang menanggapi dengan skeptis berbagai penelitian tentang cokelat. Itu sebabnya, tambah John Erdman, kemungkinan dokter menganjurkan pasiennya untuk mengonsumsi lebih banyak cokelat hitam, setidaknya untuk saat ini, masih sangat kecil. "Kalau ditilik lebih dalam, cokelat hitam masih mengandung terlalu banyak lemak dan gula untuk dapat direkomendasikan masuk resep dokter," ujar Erdman. "Kita memang harus sangat berhati-hati. Kalau tidak, bisa datang penyesalan di kemudian hari," sambung dr. Franz Messerli dari Och-sner Clinic Foundation, New Orleans. Luciana sendiri menyebut sejumlah kontroversi yang masih dapat diperdebatkan. Misalnya tentang anggapan mengonsumsi cokelat hitam dapat mengurangi berat badan. Banyak orang percaya, makan sebatang cokelat hitam sebelum makan dapat membantu program diet yang tengah mereka jalani. Asumsi mereka, dengan makan cokelat, selera makan bakal berkurang. Jika selera makan berkurang, bobot badan pun ikut merosot. Padahal, menurut Luciana, "Cokelat hitam dibuat tidak mungkin hanya mengandalkan bubuk biji cokelat hitam semata. Ia harus ditambahi gula, susu, dan bahanbahan lainnya, agar rasa cokelat menjadi lebih enak. Kandungan seperti itu dapat meningkatkan kalori, terlebih bila dikonsumsi dalam jumlah banyak." Pada akhirnya, asupan yang meningkatkan kalori itu justru menaikkan berat badan. Selain itu, kandungan lemak tinggi pada cokelat hitam juga dapat meningkatkan kadar lemak darah trigliserida. Alhasil, kadar kolesterol ikut meningkat. "Meskipun cokelat pada dasarnya tidak mengandung kolesterol, tapi bahan tambahan untuk membuat cokelat hitam bisa jadi mengandung kolesterol. Apalagi tubuh juga membentuk kolesterol sendiri. Bila asupan kalori dan lemak tinggi tubuh meningkatkan sintesis kolesterol, kadar kolesterol dalam darah bisa meningkat," bilang Luci. Begitu pun soal khasiat cokelat hitam dalam menurunkan tekanan darah, yang didukung hasil riset para peneliti Jerman setahun lalu. Pasalnya, makan cokelat hitam, menurut Luciana, justru sebaliknya berpotensi menaikkan tekanan darah. Apalagi jika diasup secara berlebihan. Hal itu disebabkan kandungan kafein yang ada di dalam cokelat hitam. Toh, di balik beragam kontroversi itu, Luciana tetap menganggap cokelat hitam sebagai penganan yang lebih banyak membawa manfaat ketimbang mudarat. Untuk mendapatkan manfaatnya terhadap kesehatan jantung dan pembuluh darah, misalnya, ia menyarankan mengonsumsi si manis itu saban hari. Cokelat hitam juga menjadi asupan alternatif guna melengkapi kebutuhan tubuh akan antioksidan dan zat gizi. Berapa banyak konsumsi yang disarankan? "Maksimal 50 g sehari," tegas dr. Luci. Boleh mengunyah lebih dari itu, tapi "risiko ditanggung penumpang".
Jadi, benar kata Shakespeare, apalah arti sebuah nama. Reputasi cokelat hitam, ternyata tak sekelam penampilannya. (Intisari)
0 comments:
Post a Comment